Merawat Tradisi Membangun Peradaban

Senin, 08 April 2013

PW LPPNU MELAKUKAN ANJANGSANA KE KELOMPOK TANI NU



Tampak sekretaris PW LPPNU sedang menjawab pertanyaan peserta diskusi

Istilah “blusukan” memang sedang trend belakangan ini, tapi agaknya bagi aktifis, kader atau pengurus NU ini sesungguhnya bukan barang baru, rasanya kita sudah sangat mahfum betapa para ulama dan kyai NU sangat terbiasa menyambangi para jamaah (umat) hingga ke pelosok perkampungan dimanapun sampai menempuh perjalanan dengan medan yang sangat sulit sekalipun, jarak dan waktu tidak pernah menjadi kendala, ketika umat utamanya jamaah nahdliyin membutuhkan kehadirannya maka tidak ada alasan untuk menolaknya, terlebih sudah menjadi pemahaman kita mayoritas nahdliyin adalah warga pedesaan. Terinspirasi dari semangat itulah jajaran Pengurus Wilayah Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (PW LPPNU) Provinsi Lampung yang merasa sebagai santri tentu juga harus mengikuti jejak para kyai untuk rela “blusukan” ke kampung-kampung dan perdesaan.

LPPNU sebagai lembaga yang merupakan departementasi dari ormas NU yang didedikasikan sebagai wahana aksi, fasilitasi, advokasi dan kolaborasi Nahdliyin bersama multipihak dalam membangun gerakan sosial dan usaha pengembangan pertanian, pengelolaan sumber daya alam, pemanfaatan energi terbarukan, pembangunan perdesaan dan penyelamatan lingkungan hidup secara jujur, adil, bertanggungjawab dan berkelanjutan sebagai bagian dari uapaya mewujudkan islam rahmatan lil alamin.  Maka PW LPPNU sebagai departemenya PWNU  telah berketetapan untuk secara bertahap dengan program yang terarah, terstruktur dan teruku melakukan berbagai ikhtiar demi keberpihakan kepada petani khususnya masyarakat nahdliyin di perdesaan, tentu juga dengan tidak mengesampingkan langkah-langkah koordinasi dan upaya konsolidasi dengan seluruh PC LPPNU se Provinsi Lampung.  

Atas inisiasi dari para penggiat LPPNU mulai dari bulan kemarin (maret) secara berkala jajaran PW LPPNU melakukan kunjungan langsung (anjangsana) kepada para petani atau kelompok tani khususnya petani nahdliyin.  Ini adalah murni sebagai gerakan moral, tanpa dukungan dana dari pihak manapun, dan tidak bertendesi apapun selain hanya sebagai implementasi misi dan visi LPPNU itu sendiri.  Agenda pertama kunjungan/ anjangsana PW LPPNU pada hari Sabtu tanggal 30 Maret 2013 ke kelompok tani Sabana dan Kelompok tani Harapan Kita di Sumber Agung; pada kesempatan anjangsana ini dilakukan proses diskusi dan sharing berbagi pengalaman dan merumuskan agenda bersama untuk meningkatkan dinamika dan kemandirian kelompok tani yang seluruh anggotanya adalah nahdliyin tersebut, salah satu yang menjadi kesepakatan adalah untuk dilaksanakan agenda pertemuan rutin sebulan sekali yang diisi pembinaan dari PW LPPNU.

Agenda kunjungan/ anjangsana PW LPPNU berikutnya pada hari Minggu tanggal 7 April 2013 menjumpai beberapa kelompok tani nahdliyin di wilayah Kecamatan Negeri katon, pertemuan dilaksanakan di desa poncowarno dihadiri tidak kurang dari 100-an orang petani warga nahdliyin yang masing-masing merupakan perwakilan pengurus kelompok tani dari berbagai desa (kampung) di seluruh kecamatan negeri katon.  Rombongan PWNU yang hadir terdiri dari Ir. Agus Arubusman, Ir. Ivan Rayendra Bakar, Drh. Sunanjak Wiwoho dan didampingi Ichwan Adji wibowo (wakil sekretaris PWNU) serta ikut serta dalam rombongan staf sekretariat PWNU yakni Nazrin Dasit dan Nasrul Efendi.  Kehadiran rombongan PW LPPNU disambut oleh grup hadroh setempat, acara dimulai pukul 10.30 s.d. pukul 13.30 diisi dengan pengarahan dari LPPNU dan dilanjutkan diskusi dan sharing berbagai hal terkait persoalan kelompok dan usaha tani yang mereka kembangkan selama ini. 

Pada kesempatan tersebut diantaranya mendiskusikan penetapan komoditas unggulan untuk wilayah perdesaan di negeri katon, diantaranya tanaman kakao/ coklat; karet; jagung dan kelapa.  Dari berbagai masukan yang ada sebagaian besar yang hadir merasa sangat senang ketika mendengar NU juga memiliki kegiatan-kegiatan yang berpihak kepada petani.  “selama ini kami warga NU di pedesaan yang mayoritas adalah tani, biasanya kalau mendengar NU ya biasanya pengajian, yasinan, tahlilan, haul, tareqoh, dll, kami sangat senang kalau NU ternyata juga punya lembaga yang ngurusi petani yang peduli pada kehidupan kami” demikian pak teguh salah satu tokoh masyarakat petani desa poncowarno mewakili peserta lainnya.  Ketika mencoba menampung berbagai problem yang mereka hadapi selama ini muncul diantaranya persoalan kesulitan mereka terhadap akses permodalan; minimnya sarana khususnya teknologi terapan, gangguan penyakit tanaman yang mereka usahakan serta perlunya kebutuhan teknologi pasca panen khususnya untuk komoditas kakao. 
 
Foto bersama pengurus usai diskusi
Ketika memberikan tanggapan sekaligus arahan Ir. Agus Arubusman mewakili PW LPPNU menyampaikan bahwa kehadiran LPPNU bukanlah seperti sinterklas, bukan juga lembaga pemberi bantuan; atau semacam “makelar bantuan”, kehadiran kami tidak saja karena keterikatan bathin sebagai sesama nahdliyin tetapi  lebih dari itu kami menempatkan diri sebagai “teman” menjadi fasilitator bagi para petani untuk mendampingi agar petani mampu mematakan dan membaca persoalan-persoalan apa sesungguhnya yang mereka hadapi sekaligus mampu menemukan  solusi atau jawaban atas setiap masalah yang dihadapi mereka.  Sambil juga mengingatkan jika saja LPPNU mencoba mencari akses bantuan atau program dari berbagai sumber, petani harus berpandangan bahwa bantuan bukanlah segala-galanya, bukanlah tujuan itu menjadi semacam stimulan untuk kebangkitan petani.  Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa petani atau masyarakat perdesaan harus mampu mengenali bahwa yang disebut modal itu tidak serta merta uang. “modal pada usaha pengembangan sumber daya hayati khususnya di perdesaan itu setidaknya ada 4, pertama modal sumber daya alam; segala potensi alam yang diberikan Allah kepada kita harus kita pandang sebagai modal; kedua modal ekonomi yang dimaksud aadalah seperti sarana produksi, peralatan mesin dll; ketiga adalah modal sumberdaya manusia, seperti keterampilan kita, keahlian dan pengalaman kita dan terakhir yang ke empat modal sosial, yang dimaksud adalah jejaring sosial, keakraban masyarakat; kekompakan masyarakat, keguyuban masyarakat dst, itulah semua hal yang harus kita pandang sebagai modal” demikian Ir. Agus Arubusman menyampaikan nasehatnya.  Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut PC LPPNU kabupaten pesawaran akan mengintensifkan pembinaan ke kelompok-kelompok tani dan segera membentuk kelompok-kelompok baru dengan nama Pertanu (Perhimpunan Petani NU) di masing-masing desa, selanjutnya PW LPPNU merumuskan seluruh potensi yang telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan dan sesegera mungkin mengupayakan pendanaan dari berbagai pihak khususnya terkait pengembangan pasca panen kakao. 

Adapun agenda selanjutnya PW LPPNU telah merencanakan kunjungan (anjangsana) pada hari minggu pekan depan tanggal 14 April ke kecamatan Banyumas Kabupaten Pringsewu, menurut PC LPPNU Pringsewu setidaknya akan mengumpulkan pengurus dari 20 kelompok tani NU di sekitar kabupaten pringsewu masing-masing mengutus 3 orang pengurus.
 (Nazrin Dasit)

Minggu, 07 April 2013

DANREM 043 GARUDA HITAM SILATURAHMI KE KANTOR PWNU PROVINSI LAMPUNG



sedang serius Berdiskusi
hari Selasa, tanggal 2 April 2013 secara mengejutkan Danrem 043/Garuda Hitam Bapak Kol. Czi. Amalsyah Tarmizi mengunjungi kantor PWNU Provinsi Lampung di Jalan Cut Mutia No. 28 Teluk Betung utara Bandar Lampung.  Kedatangan Danrem 043 yang secara mendadak tersebut disambut oleh jajaran pengurus wilayah tak kurang hadir diantaranya Rois syuriyah PWNU yakni KH. Drs. Ngaliman Marzuki; Katib Am PWNU KH. Ikhya Ulumudin, Ketua Tanfidz PWNU KH. RM. Soleh Bajuri, S.Hi, Sekretaris PWNU Drs. Ariyanto Munawar; Bendahara PWNU Muhammad Tio Aliansyah dan beberapa wakil ketua serta beberapa wakil sekretaris tanfidz PWNU Provinsi Lampung.  Acara penyambutan kunjungan bapak Kol. Czi. Amalsyah Tarmizi berlangsung di aula rapat atau ruang KH. Hasyim Asy’ari.  Pada kesempatan forum silaturahmi tersebut acara diawali dengan sambutan penerimaan langsung oleh bapak KH. RM. Soleh Bajuri, S.Hi sekaligus memperkenalkan seluruh jajaran pengurus harian syuriyah dan tanfidz yang hadir pada kesempatan tersebut. Dalam kesempatan sambutannya beliau menyampaikan terima kasih dan penghargaan serta apresiasi  yang setinggi tingginya atas niat dan ikhtiar baiknya, melakukan silaturahmi dan kunjungan langsung ke kantor PWNU Provinsi Lampung,  beliau menambahkan bahwa kunjungan ini merupakan kunjungan resmi pertama dari pihak eksternal NU utamanya dari jajaran pemerintahan, tentu dengan niat baik ini mudah-mudahan ke depan semakin mempererat hubungan kedua belah pihak, dan diharapkan ada sinergitas antara NU dan TNI.  “NU dengan basis Jamiyah dan Jama’ahnya yang secara struktural meliputi mulai dari pengurus wilayah, cabang, MWC hingga ranting dan juga memiliki organ seperti banom serta lembaga dan lajnah, tentu menjadi kekuatan yang sangat penting untuk digandeng TNI terutama dalam mengupayakan jaminan persatuan dan kesatuan umat, mengupayakan jaminan ketentraman dan kenyamanan di masyarakat tanpa melibatkan NU akan menjadi tidak efektif” demikian harapan yang disampaikan ketua tanfidziyah PWNU Provinsi Lampung.
Selanjutnya sambutan dan pemaparan dari bapak Kol. Czi. Amalsyah tarmizi, pada awal sambutannya beliau menyampaikan bahwa dirinya merasa perlu bersilaturahmi dengan jajaran PWNU karena beberapa alasan yang pertama secara pribadi ia memiliki ikatan bathin dengan NU, dari para leluhur, keluarga besar dan orang tua beliau adalah dari lingkungan NU, bahkan orangtuanya tokoh yang bersahabat dengan bapak KH. Arif Mahya yang ketika zamannya merupakan para penggerak masyarakat NU di Provinsi Lampung.   Pada kesempatan sambutannya beliau juga menguraikan eksistensi dan peran kesejarahan NU mulai dari era kebangkitan nasional, sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan, era orde lama serta pada setiap peralihan era baik era orde baru hingga era reformasi.  Beliau menyatakan bahwa TNI sungguh-sungguh mengakui perjalanan peran kesejarahan NU terhadap eksistensi dan keutuhan NKRI.  NU yang dikenal sebagai kaum santri yang tersebar di seluruh pelosok negeri melalui peran para ulamanya telah nyata-nyata menunjukan kecintaannya terhadap NKRI, kita cukup mengenal peristiwa 10 November 1945 yang dipicu dengan adanya revolusi jihadnya KH. Hasyim Asy’ari hingga peristiwa penyerbuan kota Surabaya yang menggemparkan kala itu dengan terbunuhnya Jenderal Malaby.  Selanjutnya perjalanan eksistensi NKRI selalu tidak luput peran NU di dalamnya. “hari ini kita patut bersyukur, bayangkan apa jadinya NKRI ketika pembahasan perumusan draft pembukaan UUD 1945 oleh BPUPKI, NU melalui KH. Wahid Hasyim tokoh muda NU kala itu, dengan tegas mengusulkan penghapusan tujuh kata dalam sila pertama pancasila, padahal sebagai perwakilan ormas terbesar dan islam sebagai agama terbesar bisa saja beliau ngotot dengan konsep awal piagam jakarta, akhirnya dengan pendirian sikap itu menjamin keutuhan NKRI hingga hari ini” demikian dalam paparannya.  Selanjutnya beliau juga tidak menafikan bahwa NU merupaka ormas pertama yang secara tegas menyatakan bahwa negara Pancasila merupakan bentuk Final untuk NKRI.  “dan bagi saya NU Lampung merupakan ormas yang harus didorong agar peran dan eksistensi dapat memberikan manfaat bagi umat, sy tau persis di Provinsi ini setidaknya ada pesantren berjumlah 600 lebih pesantren yang notabene adalah juga jamaah NU” pungkasnya mengakhiri sambutannya.
Di akhir kesempatan silaturahmi ini diberikan kesempatan dialog bagi seluruh peserta yang hadir.  Turut bicara pada sessi dialog tersebut diantaranya KH. Ngaliman Marzuki,  KH. Khafiduddin hanif; KH. Ikhya Ulumudin dan Khaerulloh AY.  Pada kesempatan dialog tersebut dibahas diantaranya persoalan keumatan, peran pemerintah dalam membina dan membangun potensi pesantren, mengatasi potensi-potensi konflik di provinsi Lampung hingga persoalan krisis kebangsaan dan kepemimpinan.  Sebelum mengakhiri silaturahmidi  kantor PWNU Provinsi Lampung beliau mengharapkan hubungan baik ini bisa terus terjaga, yang terpenting bagaimana membangun saling kepercayaan dan ketulusan hubungan diantara pihak demi kemajuan dan kejayaan Provinsi Lampung, demikian pesannya. Sebelum meninggalkan kantor PWNU beliau mengajak seluruh pengurus wilayah NU provinsi Lampung untuk foto bersama.
#Nazrin Dasit

Gus Dur dan Liberal NU (Kader Kultural NU)

Para intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) muslim Indonesia pada umumnya lebih terbuka dan jujur dalam perkembangan pemikiran keislaman. Tokoh muda NU, seperti Ulil Abshar Abdalla dan Abdul Moqsith Ghazali, lebih berani dalam menghadapi tantangan modernitas dengan ide pencerahan Islam jika dibandingkan kalangan tokoh NU atau kelompok-kelompok muslim lainnya.
TOKOH muda NU mempunyai pemikiran lebih progresif, moderat, dan terbuka dengan mengusung serta mengembangkan wacana demokrasi, penegakan HAM, pluralisme, inklusifisme, dan humanisme. Di mana membuka pintu ijtihad seluas mungkin dinilai sebagai jamaah Islam liberal.
Pada umumnya, di kalangan internal NU belum begitu menerima pemikiran yang diusung para kalangan muda ini. Padahal, apa yang mereka kembangkan adalah hasil dari gagasan dan pemikiran mendiang Gus Dur yang juga mantan ketua umum PB NU. Menurut Greg Barton, para pemikir yang menjadi pendukung Islam liberal di Indonesia antara lain Nurchalis Majid dengan gagasan neomodernisme dan sekularisasi Islam (meski, Nurcholis tidak pernah menggunakan istilah Islam liberal untuk mengembangkan gagasan-gagasan pemikiran Islamnya. Tapi ia tidak menentang ide-ide Islam liberal), Abdurrahman Wahid dengan paham pribumisasi Islam, Djohan Effendy, dan Ahmad Wahib (Greg Barton, 1999: 27-42).
Menurut Gus Dur, guna mempertahankan tawaran pribumisasi Islam, setidaknya ada dua alasan pokok. Pertama, alasan historis bahwa pribumisasi Islam merupakan bagian dari sejarah Islam. Baik di negeri asalnya maupun negeri lain. Termasuk Indonesia. Kedua, proses pribumisasi Islam berkaitan erat antara fikih dengan adat. Menurutnya, adat tidak mengubah nash, melainkan hanya mengubah atau mengembangkan implementasinya agar lebih fleksibel.
Meski pemikiran dan wacana yang diusung oleh kalangan liberal NU merupakan hasil ramuan dan pengembangan pemikiran-pemikiran Gus Dur, itu tidak menjadikannya langsung diterima oleh kalangan NU. Bahkan, mereka mendapat penolakan. Lebih-lebih kalangan kiai dan sesepuh NU. Dari PB NU yang notabene organisasi yang menaungi Ulil juga memberikan tanggapan terhadap pemikiran-pemikiran yang diusung JIL, adalah K.H. Salahuddin Wahid yang menyatakan bahwa JIL –yang kebanyakan dipelopori oleh anak-anak muda NU– jauh liberal dari Nurcholish Madjid.
Setidaknya ada dua alasan mendasar mereka kurang diterima atau tidak mendapatkan tempat di kalangan  jamaah NU. Pertama, ide-ide yang mereka usung telah dianggap keluar dalil doktrin dan paham akidah alussunnah wal jamaah yang selama ini menjadi landasan NU secara jamiyah dan jamaahnya dalam kehidupan beragama.
Paham-paham seperti pluralism, inklusivisme dan humanisme dengan membuka pintu ijtihad seluas-luasnya dinilai telah melenceng dari pakem yang dipegangi NU selama ini. Pluralisme telah menyimpang karena dianggap menyamakan semua agama di muka bumi ini. Padahal sebenarnya yang terjadi adalah perbedaan perspektif dalam mengartikan pluralism.
Kedua, pemikiran liberal NU yang juga merupakan anak-anak didik Gus Dur terkesan elitis dan asing di kalangan NU yang notabene mayoritas dari pedesaan. Isu-isu dan wacana demokrasi, penegakan HAM, pluralisme, inklusifisme dan humanism merupakan hal yang masih agak atau bahkan sangat asing di kalangan NU. Khususnya jamaah kalangan grass root.
Para tokoh dan kiai sangat khawatir NU akan keluar dari frame doktrin ahlussunnah waljamaah yang telah ditanamkan para founding fathers NU yang sudah turun-temurun menjadi pegangan dalam perjuangan dakwah Islamiyah.
Sementara pemikiran Gus Dur yang malah menjadi sumber inspirasi kalangan liberal NU seolah biasa dan tetap bisa diterima. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal. Antara lain, pertama, karisma Gus Dur. Hal ini dikarenakan beliau merupakan keturunan ’’darah biru’’ dari hadharatusysyaikh K.H. Hasyim Asy'arie. Dengan adanya karisma ini, meski ide-ide dan pemikiran beliau dianggap liberal dan sering keluar dari frame dan mind set kalangan tokoh dan para kiai NU, sedikit tidak menggoyahkan kekuatan beliau di hati para jamaah NU. Termasuk ide dan gagasannya.
Kedua, faktor kedekatan Gus Dur dengan kalangan bawah. Dengan sikap yang apa adanya, bergaul dengan siapa saja, tidak elitis membuatnya menjadi milik setiap golongan,terutama kalangan akar rumput. Hal inilah yang menjadikan pemikiran liberal beliau tidak terkesan elitis.
Nampaknya perbedaan perspektif dalam menyikapi pemikiran liberal di kalangan NU karena perbedaan pandangan terhadap pengusung dan pengembang gagasannya. Meski gagasan liberal Islam di kalangan jamaah NU lahir dari Gus Dur, ketika ia dikembangkan oleh anak-anak didiknya, maka ada semacam resistensi di kalangan jamaah NU.
Apa pun bentuk pemikiran dan bagaimana pun reaksi masyarakat, penulis hanya bisa berharap semoga pemikiran-pemikiran yang telah dibangun oleh mendiang Gus Dur almaghfurlah menjadi amal jariyah yang dapat memberikan siraman air ketenangan dan kebahagiaan di alam sana. Amiin ya Robbal alamiin. (*)

NU Lampung Tengah Serius Garap Anak Usia Dini

Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lampung Tengah tahun ini akan lebih sungguh-sungguh dalam menggarap perkembangan anak usia dini. Media yang dikembangkan untuk itu, terutama Taman Pendidikan Alquran (TPA) dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Demikan salah satu hasil Musyawarah Kerja Cabang PCNU Lamung Tengah, yang digelar di sekretariatnya, di Jalan Lintas Tengah Sumatera, Kampung Seputihjaya, Gunungsugih, beberapa bulan yang lalu. Acara diikuti seluruh jajaran organisai berlambang bola dunia itu, yakni meliputi Lembaga, Lanjnah, dan Badan Otonom.

Pertimbangan atas hal itu, pada usia tersebut—sebagaimana disabdakan Nabi Muhammad saw dalam haditsnya, anak bagaikan kertas putih. Apa yang ditanam saat itu, akan menentukan perkembangan hingga yang bersangkutan dewasa. “Salah di awal bisa salah finisnya,” ujar ketua PCNU Lampugn Tengah, Ahmad Jaelani.

Dia mengakui kedua lembaga pendidikan itu sudah banyak yang menggarap. Akan tetapi, beberapa pengelola lebih mementingkan kecerdasan intelektual dibanding spiritual. Selain itu, penguasaan antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotornya tidak setimbang. (NUD/L-1)

Sabtu, 06 April 2013

PWNU LAMPUNG GELAR LAILATUL IJTIMA' KE-2



PWNU Provinsi Lampung Periode 2012 – 217 kembali menggelar pengajian Lailatul Ijtima,  pada hari Rabu, 15 Jumadil akhir 1434 H yang bertepatan dengan tanggal 27 Maret 2013, bertempat di sekretariat PWNU Provinsi Lampung, tepatnya di bilangan Jl. Cut Mutia Teluk Betung Utara Kota Bandar Lampung.  Kegiatan kali ini merupakan penyelenggaraan Lailatul Ijtima kali ke-2 sejak digagas pelaksanaan lailatul ijtima pertama pada tanggal 2 Maret yang lalu, selanjutnya PWNU Lampung telah berketetapan menjadikan kegiatan lailatul Ijtima sebagai agenda rutin bulanan. 
Sekedar diketahui bahwa Lailatul Ijtima merupakan tradisi yang telah lama dikembangkan oleh NU, secara harfiah Lailatul berarti malam, dan Ijtima artinya pertemuan, selanjutnya Lailatul Ijtima mengandung pengertian pertemuan malam hari yang dilaksanakan setiap bulan; pada awalnya ini merupakan kebiasaan yang dilaksanakan para ulama di lingkungan NU (para pendiri NU) tepatnya setiap tanggal 15 bulan hijriyah (malam purnama) mereka selalu berkumpul disamping menjalankan amaliyah (ritual) ala tradisi NU acara selanjutnya dirangkai dengan diskusi menyangkut persoalan keorganisasian maupun tema-tema aktual.  Pada era sekarang Lailatul Ijtima telah ditradisikan menjadi kegiatan rutin orang-orang NU atau pengurus NU di semua level.  Acara ini dimanfaatkan untuk membahas, memecahkan dan mencarikan solusi atas problem organisasi dan masalah-masalah aktual khususnya di tingkat lokal.   
Penyelenggaran Lailatul Ijtima yang ke-2 kalinya ini di awali dengan pembacaan ayat suci Al-qur’an yang dibawakan oleh Alek yang bersangkutan adalah kader IPNU Provinsi Lampung, acara dilanjutkan secara berturut-turut yakni pembacaan hadaroh yang dipimpin oleh KH. Soleh Bajuri (Ketua PWNU); disambung pembacaan yasin dan tahlil yang dipimpin oleh ustadz Maswi (Ketua Forum P3N Kota Bandar Lampung), kemudian diteruskan dengan sambutan ketua PWNU Lampung KH. Soleh Bajuri, dan penyampaian Tausiyah (mo’idotul khasanah) yang disampaikan oleh KH. DR. Abdul Syukur (wakil rois syuriyah PWNU Lampung) sekaligus mengimami pembacaan do’a.  Setelah itu acara dilanjutkan dengan diskusi seputar keorganisasian yang dimoderatori oleh Ichwan Adji Wibowo (wakil sekretaris PWNU Lampung).
Pada kesempatan sambutannya, Kyai Soleh Bajuri kembali mengingatkan bahwa penyelenggaraan pengajian lailatul Ijtima merupakan tradisi yang sangat baik sekaligus efektif untuk meningkatkan dan menggairahkan kembali ghiroh (warga) nahdliyin utamanya para pengurus NU.  Selanjutnya beliau berpesan bahwa sangat penting menjaga komitmen untuk tetap beristikomah mengawal tradisi Lailatul Ijtima, “sampai kapanpun kita harus pertahankan tradisi ini, walaupun hanya beberapa orang yang hadir, kita tidak boleh putus semangat” demikian ungkapnya menyemangati para pengurus NU yang hadir malam itu.  Pada akhir sambutannya beliau berpesan dan mengingatkan melalui seluruh pengurus wilayah yang hadir agar seluruh pengurus masing-masing menyediakan waktunyasetiap tanggal bulan purnama agar tidak mengagendakan kegiatan lain kecuali menghadiri agenda rutin Lailatul Ijtima, “Tolong sampaikan kepada pengurus yang lain, ini perintah saya selaku ketua, mohon agar setiap malam tanggal 15 benar-benar menyediakan waktu khusus untuk Lailatul Ijtima, jadi agar kegiatan lain-lain seperti mengisi pengajian agar ingat setiap jadwal lailatul Ijtima dikosongkan” demikian pungkasnya, mengakhiri sambutannya.
Selanjutnya dalam kesempatan pemberian tausiyahnya KH. DR. Abdul Syukur mengangkat tema menggairahkan pengabdian NU, beliau menguraikan bahwa pilihan untuk bekerja dan mengabdikan diri setiap kita kepada NU adalah sebuah pilihan hidup yang harus di rawat dan sungguh-sungguh didedikasikan dengan penuh keikhlasan.  “kita menyadari PWNU Lampung sekarang ini tengah menghadapi ujian dengan adanya gonjang-ganjing yang sama-sama kita ketahui, saya kira kita harus mampu mengelola dengan baik setiap persoalan yang ada sehingga justru akan ada kebaikannya untuk NU Lampung, yang penting kita tetap ikhlas dan sabar, sebab saya juga sering menasehati pak Kyai Soleh untuk tetap sabar menghadapi ini semua” demikian nasehatnya.  Pada bagian lain KH. DR. Abdul Syukur mengingatkan bahwa sesuai kaidah fiqh siyasah, aktifitas yang sekarang digiatkan oleh PWNU Lampung adalah gerakan yang benar dan syah, karena merupakan produk dari hasil konferwil yang syah sesuai prosedur organisasi.  Beliau berpesan untuk tidak usah ragu-ragu melaksanakan kegiatan-kegiatan atau program yang bermanfaat, sekaligus pada kesempatan tausiyahnya menyarankan agar di sekretariat yang baru ini dilakukan kegiatan pelatihan untuk para kader qori dan qoriah di lingkungan NU, malah beliau menyatakan kesediannya menjadi fasilitator kegiatan tersebut.  Dalam rangka memastikan kaderisasi di Lingkungan NU beliau juga menyarankan agar mulai digagas inisiatif pendirian pesantren mahasiswa. Mengakhiri tausiyahnya beliau didaulat mengimami pembacaan do’a.
Seusai rangkaian acara pengajian, kegiatan Lailatul Ijtima dilanjutkan dengan diskusi atau dialog pada kesempatan itu mengambil tema tentang persoalan keorganisasian.  Dialog yang dipandu oleh Ichwan Adji Wibowo tersebut dilaksankan dalam suasana egaliter, santai dan rileks tanpa mengurangi bobot dan semnagat diskusi yang dikembangkan.  Kesempatan pertama menyampaikan pandangannya adalah sahabat Bujung beliau merespon positif gagasan yang disampaikan pak Dr. Abdul sykur tentang inisiatif memberikan ruang bagi para qori atau peminat pelatihan qori, “saya kira gagasan yang disampaikan pak Kyai DR. Abdul Syukur patut kita apresiasi, dan kita memahami NU punya lembaga khusus yang menampung para peminat tanfidul qur’an tersebut, saya kira sudah saatnya PWNU segera menginisiasi kegiatan rutin bertempat di PWNU ini untuk memfasilitasi kegiatan bagi para qori dan para hafidul qur’an tersebut” pungkasnya.
Selanjutnya kesempatan kedua, sahabat Reka Putra (ketua PW IPNU Provinsi Lampung) mengungkapkan bahwa ia menyambut baik kegiatan-kegiatan seperti ini yang memberikan ruang bagi para penggiat NU untuk saling menuangkan gagasan-gagasan penting bagi kemajuan NU khususnya NU Lampung, pada saat yang sama ia mengungkapkan kegelisahan banyak hal tentang eksistensi NU hari ini, salah satunya tentang betapa banyaknya kader-kader muda NU yakni para pelajar NU yang mayoritas di perdesaan berasal dari keluarga kurang mampu kesulitan untuk melanjutkan studi S1, dia menyarankan harus ada itikat dan upaya dari PWNU untuk memfasilitasi program-program pemberian bea siswa bagi anak-anak NU yang berprestasi.  Pandangan yang disampaikan Reka putra tersebut direspon baik oleh seluruh peserta diskusi termasuk oleh Kyai Soleh bajuri selaku ketua PWNU, dan salah satunya memberikan tanggapannya adalah DR. Aom Kharomain (wakil ketua PWNU) selaku akademisi unila ia berpandangan bahwa ke depan PWNU harus melakukan terobosan dan melakukan komunikasi dengan para rektor perguruan tinggi negeri di provinsi Lampung dan selanjutnya dituangkan dalam MoU, selanjutnya dalam tataran teknis implementasi atas MoU tersebut dijalankan oleh organ-organ NU yang spesifikasi tugasnya sesuai dengan masalah tersebut.

Selanjutnya kesempatan ketiga dari sahabat Mursadin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Miko, menuangkan gagasannya terkait dengan persoalan perburuhan, ia mendorong agar PWNU provinsi Lampung memulahi memberikan perhatian khusus terhadap eksistensi perburuhan, utamanya para buruh nahdliyin yang tersebar di berbagai perusahaan di provinsi Lampung, menanggapi miko, sahabat bujung menyampaikan bahwa NU telah memiliki ormas Sarbumusi, “saya kurang tahu apakah periode lalu sarbumusi sudah ada atau belum di provinsi Lampung, yang jelas saya mendukung agar ke depan segera dihidupkan sarbumusi Lampung” demikian sarannya.  Selanjutnya secara berturut-turut menyampaikan pendapat dan gagasannya pada kesempatan diskusi tersebut adalah, Fery mengungkap persoalan rekrutmen banser dan jaminan atas keberlanjutan pasca rekrutmen tersebut. Kemudian Ir, Agus Arubusman, menyampaikan perlunya melakukan konsolidasi internal agar PWNU dengan seluruh badan otonom, lembaga dan lajnahnya mampu bersinergi sehingga seluruh gagasan yang muncul mampu diakomodasi dan dijalankan dengan baik.  Disambung Sahabat Mutaqin (keua PC PMII Bandar Lampung) menyampaikan agar ke depan PWNU beserta seluruh perangkatnya agar lebih fokus memberikan perhatiannya kepada jamaah NU; sekaligus mengungkapkan keprihatinannya agar NU dan banom-banomnya agar saling bersinergi supaya tidak terkesan berjalan sendiri-sendiri.
Menambahi dalam diskusi tersebut, sahabat Solihin (wakil ketua) yang lebih dikenal dengan coing, menyampaikan bahwa proses perjalanan diskusi ini sangat menarik dan menurut beliau ini jika teruas dikembangkan bukan tidak mungkin ini menjadi “pintu masuk” bagi tersedianya solusi atas semua persoalan keorganisasian melalui media lailatul Ijtima seperti ini.
Menanggapi seluruh proses diskusi tersebur Drs. Ariyanto Munawar selaku sekretaris PWNU Provinsi Lampung periode 2012-2017 merespon positif akan tetapi tanpa bermaksud mematahkan semangat seluruh peserta diskusi beliau mengingatkan agar tetap berfikir realistis “kita boleh saja berfikir dan bermimpi setinggi-tingginya, tapi pada saat yang sama kita harus ingat bahwa kita harus memastikan kaki kita tetap menginjak bumi” demikian beliau mengingatkan, selanjutnya ia berujar “saya membayangkan ketika kita dengan begitu dengan mudah dan antusias atas gagasan-gagasan besar itu, bukan tidak mungkin 5 tahun kedepan, kalian semua akan menuntut kami PWNU atas janji-janji pada malam lailatul Ijtima ini”  demikian beliau meyakinkan, “kuncinya kedepan kita harus menyiapkan sistem agar organisasi ini mampu bekerja dan mengembangkan kinerjanya dengan baik, yaitu harus tersedianya tata kerja yang efektif, sehingga kerja-kerja organisasi jauh lebih terukur dan membumi”.

Rabu, 03 April 2013

As’ad Said : Kita Tumbuhkan Kelas Menengah Baru dari NU


Nahdlatul Ulama dibentuk salah satunya berakar dari Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Kaum Pedagang) sehingga visi gerakan ekonomi harus terus dihidupkan untuk mensejahterakan masyarakat.
Dengan latar belakang pengikut yang sebagian besar berprofesi sebagai petani di pedesaan, upaya pengembangan ekonomi NU menjadi tantangan berat. Keberhasilannya juga akan menjadi kesejahteraan bagi Indonesia mengingat sebagian besar rakyat Indonesia berkultur NU.

Bagaimana strategi pengembangan ekonomi bagi warga NU, berikut wawancara Mukafi Niam dengan Wakil Ketua Umum PBNU H As’ad Said Ali beberapa waktu lalu. .

Bagaimana pengembangan Ekonomi  NU ?

Ini merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan warga NU. Titik tolaknya dari Nahdlatut Tujjar yang dikembangkan oleh para pedagang NU. Kedua dari koperasi Syirkah Muawanah. Dulu kan pedagang NU berkumpul disitu, sayang hasilnya tidak seperti yang diharapkan karena kita dibatasi Belanda, perdagangan hanya diperuntukkan bagi bangsa Timur.
Sekarang kan ekonomi sudah kapitasis murni, bahkan neolib. Pertanyaaanya, kita mau melawan atau berkolaborasi. Saya tidak melawan atau berkolaborasi, tetapi bagaimana memposisikan ekonomi kita, mau tak mau harus bergaul dengan mereka, tapi tak ikut konsep mereka. Mau tak mau kita harus bisa hidup dalam situasi seperti itu, tatapi bukan berarti membenarkan mereka, tapi tak juga menyalahkan secara frontal, tak ada gunanya. Karena itu kita harus memanfaatkan berkah kerjasama,
Seperti zaman Belanda kita bisa melakukan kebijakan non kooperasi atau bekerjasama, tetapi jika bekerjasama bukan berarti membenarkan mereka, seperti itulah dalam bidang ekonomi. Contoh yang kongkrit adalah supermarket. Ini kan konsep liberal, bagaimana mereka menerima produk kita yang merupakan produk dari home industri.
Apakah home industri masih bisa bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar?
Kalau kita bicara home industri kita tak ngomong kapasitas lagi, Taiwan bisa, Jepang bisa. Ini artinya akan muncul tenaga kelas menengah. Satu pabrik akan dihidupi banyak fihak, mereka tidak bisa semena-mena. Kita bisa hidup, mereka juga hidup. Karena itulah kita akan membangun home industri.
Kebijakan nasional kita dorong seperti itu, di NU juga harus mengarah ke situ juga. NU kan berbasis pertanian, peternakan dan perikanan laut, untuk ini semua kan perlu finance. Pendirian lembaga keuangan mikro ini sebenarnya untuk mendukung itu, untuk membantu membangun home industri yang berbasis pertanian.
Contohnya peternakan, Sekarang kita mengambil sapi dari Australia yang sekali angkut bisa 10 ribu sapi. Mereka bisa mendikte dengan memberikan kualitas yang lebih rendah, kenapa kita tidak membikin industri sapi sendiri. Semua masih tergantung dari luar, bibitnya dan lainnya. Kemarin saya ketemu anak NU yang bisa melakukan persilangan sapi, ya kita bikin dari awal, kita bikin yang berbasis pesantren.
Berarti harus difasilitasi dahulu keberadaan lembaga keuangannya untuk menopang home industri ini?
Ya, lembaga keuangan ini bisa dimiliki siapa saja, bisa dimiliki NU, pesantren atau pribadi yang kaya. Yang penting NU ikut membangun sistemnya, manajemennya. Yang diperlukan sekarang pilot project, orang yang bisa bekerja, toh katanya pemerintah memberikan kesempatan yang luas untuk pembiayaan. Banyak contoh lain, buah-buahan, masak kita impor. Ini kan perlu ilmu pengetahuan. Ini kan konsolidasi di bidang ekonomi. Selama ini kan kita ikut orang luar saja.
Kedua, perlunya peningkatan produktifitas. petani hasilnya kurang karena rontok di sawah dan di giling pakai huller, kalau dihitung 20 persen yang hilang. Kenapa tidak digunakan sistem penggilingan yang dipanaskan, mengelupas sendiri, menirnya sedikit, baunya harum, kadar airnya rata sehingga awet, ini kan menguntungkan petani. Banyak hal lain yang bisa dilakukan untuk membangun microfinance. Ini kan pada akhirnya jaringan NU semua.
Nantinya ada lembaga mikro keuangan, ada Syirkah Muawanah, ada BPR. Ini kan jaringan ekonomi sendiri yang membiayai sendiri. Kalau usahanya sudah besar ya ke bank, bukan kewajiban NU lagi, ini tugas pemerintah. Kita membikin lembaga keuangan yang besar kalau yang kita punya sudah besar.
Dan ini tak harus dimiliki oleh NU, struktural pengurus boleh, pesantren boleh, pribadi boleh sepanjang orang NU. Kalau di luar basis orang NU, ya kita harus bekerjasama dengan orang luar, ekonomi itu tak mengenal agama. Tidak menutup kemungkinan kerjasama dengan siapapun. Ini kalau dikaitkan dengan sistem pluralisme kan keberagaman. Kita tidak mengikuti yang Barat, ya Bhinneka Tunggal Ika melalui interaksi sosial, bukan dalam arti akidah. Itu kan sesuai dengan itu, kan kalau kita Bhinneka Tunggal Ika kan ukhuwah, satu dan bersaudara, cocok dengan ukhuwah wathoniah, melihat orang lain bagian dari kita, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul.
Kita merasa saling tergantung dengan orang lain, persatuan kita bangun melalui konsep kerjasama ekonomi, bukan hanya melalui pertukaran etnik. Bagaimana yang kaya merasa tergantung yang miskin, yang miskin merasa tergantung dengan yang kaya. Misalnya saudara kita yang Tionghoa, mereka kan menginginkan keamananan usahanya. Kalau dia bisa menarik menjadikan orang NU temannya, ia akan mendapatkan perlindungan keamanan. Ini dilakukan dalam konteks pluralisme, ini menuntut perubahan mindset, intinya kemandirian yang dimulai dari perubahan mindset.
Pengajuan proposal tidak masalah, tapi yang menuju kemandirian. Kita tdak punya uang tapi terus bekerjasama, setelah itu, kita boleh ngomong untuk meraih presiden atau wakil presiden. Selama ini tak ada, ngak usah ngomong itu, sudah berpengalaman berkali kali dan gagal. Kita belum siap bertarung dalam kancah politik seperti itu. Bukan berarti kita tak bermain politik, tapi sampai dimana kita berhasil.
Banyak pesantren yang berhasil dalam pengembangan BPR, katakanlah seperti Sidogiri, tapi sisi lain, PBNU punya pengalaman dengan Nusumma yang kurang berhasil?
Ini kembali pada teknologi dan ilmu pengetahuan. Sidogiri memulai dengan pengetahuan dulu, bermodal 17.5 juta rupiah, tahun 1997, tapi dia mengirim orang ke BPR punya ICMI, jadi disana dimulai dari itu, yang  Nusumma dimulai langsung. Ini kan satu yang berbeda, Sidogiri yang didik pertama langsung banyak dan bikin sendiri. kalau Nusumma kan pegawai.
Karena itulah, saya tahun 2007 membikin itu, saya bikin di Pati, jadi tiga BMT, yang paling bagus asetnya 2 M, yang terjelek 300 jutaan asetnya. Artinya saya ingin mengembangkan seperti itu. Bagaimana tenaga teman-teman yang mau memsupervisi di bawah, ini yang diperlukan. Kita kan baru proses dua kali, 120 orang. Saya tidak berpretensi semua jadi karena bakat entepreneuship harus ada. Kita tak boleh terlalu tergesa-gesa. Kita belajar dari Sidogiri, proses pembelajaran. Setiap pelatihan kita kirim ke sana. Kita mediasi BMT yang sudah ada untuk bisa kita bersinergi dengan lembaga keuangan yang sudah ada. Yang ada kita bina supaya kita carikan tempat. Kita akan melihat sejauh mana kelebihan dan kelemahannya.
Nusumma akan kita lihat, bisa diperbaiki apa tidak, bisa kita carikan kerjasama. Ngak harus kita miliki, saham mayoritas bisa orang lain, yang penting kita punya disitu, karena ada proses pembelajaran di situ. Syirkan Muawanah tak cukup, harus ada lembaga keuangan yang lebih besar.
Sektor keuangan mikro pesaingnya kan sangat besar, bagaimana bersaing dengan yang lain?
Saya yakin kalau mindset-nya sudah menuju kemandirian, dengan akhlak yang baik ala pesantren, kita punya keunggulan dari yang lain. Ini bisa kok, seperti Sidogiri kan asetnya sudah 47 M. buktinya mereka bisa. Ngak bisa dipandang sepele. Yang penting amanah dan memiliki kemampuan manjerial skill. Bukan mencari uang sebanyak-banyaknya, PNS juga enterpreneurship, asal kreatif. Saya ini menjadi pengurus di PBNU atau tidak, saya dari dulu sudah bergerak di situ, dan saya tidak pernah meminta menjadi wakil ketua umum.
Saya sudah memiliki program dengan KH Yusuf Cudhori, bikin pelatihan. Saya ke sana, membawa teman Tionghoa. Kita membikin madrasah sebagai bentuk kemandirian tidak dibawah Belanda, sekarang kemandiriannya dalam bidang ekonomi. Ini semua didorong oleh enterpreneuship. Pesantren harus punya SMK kejuruan, bukan ingin mendidik santri menjadi kuli, tetapi supaya daya tarik pesantren tidak hilang, karena pengaruh industrialisasi, masyarakat menjadi konsumtif. Orang jadi bertanya ngapain sekolah di pesantren yang tak mendapat duit. Disisi lain, dhak semua orang jadi kiai, dan pengembangan pengetahuan diniyah harus ditingkatkan juga.
Pada satu sisi kita perlu mengembangkan sisi pragmatisme untuk mengembangkan ekonomi ummat, tetapi satu sisi juga perlu mengembangkan sisi idealis dengan keilmuan kegamaan yang lebih luas.
Pengembangan sekolah dan rumah sakit bukan sektor ekonomi yang profitable, tetapi lebih pada sebuah misi sosial, kalau NU berhasil dalam ekonomi kan luar biasa?
Kita ingin mendidik dengan kultur NU, kalau mereka kaya, dia sadar NU-nya sehingga organisasi akan gampang cari duit. Ini persoalan kita, Malaysia, dari awal merdeka, membangun luar bandar. Kita menggunakan konsep trickle down effect. Pak Harto mengaitkan dengan KUD, sayangnya kurang berhasil.
Proses pengkaderan di IPNU sejauh ini belum ada konsep enterpreneurship?
Makanya, yang dikader di NU, lebih bagus dari awal, saya sampai mau membikin tempat pendidikan sendiri ditempat yang sederhana. Kalau mau belajar kemandirian harus di kampung supaya tahu keadaan kita masih seperti itu. Kalau di kota kan sudah konsumtif. Kita perlu pionir, tapi ke dalam masih perlu pembenahan. Teman-teman menginginkan perubahan, diawali perubahan mindset dulu, ngak cukup dengan ceramah, tapi perlu contoh-contoh sehingga suatu saat orang ikut. Yang di tengah yang bergerak, yang dibelakang yang meluruskan dan mendorong, kalau yang ditengah memprakarsai.
Saya berfikir sederhana, tak ikut teori Barat. Pembentukan teori kan melalui riset, dan kita kan ngak sama dengan mereka, ngak bisa copy paste.